Rabu, 20 Mei 2009

Perjalanan ke Kampung Kuta

Perjalanan ke Kampung kuta yang entah kapan lagi aku kesana
Kampung kuta yah? Oh itu merupakan perjalanan yang bisa dibilang menegangkan tapi mengasyikkan walaupun akhirnya si daku bolos kuliah. Ketika jam sebelas pagi tepatnya hari minggu, 3 Pebruari 2008, aku dihubungi oleh salah seorang teman kalau di Kampung Kuta sedang merayakan Nyuguh merupakan upacara selametan yang selalu dilaksanakan oleh warga kampung kuta. Tadinya aku mau mancing bersama barudak Lises langsung menaglihkan niatku untuk menghadiri acara tersebut. Jam dua belas aku langsung berangkat keu rancaekek dengan salah seorang teman setu kosan, satu jurusan bernama alfi untuk ikut bersamaku. Bis ke kota Banjar belum datang juga yang pada akhirnya kami memutuskan untuk naik Elf. Sumpah yah tanpa dikira dan aku pun belum tahu tempat pastinya dimana, tempat berhentinya dimana, dan naik apa aku belum tahu. Kami berdua naik elf jurusan Ciamis, tetapi ketika sampai di terminal Tasik, kami di pindahkan ke bis tiga perempat jurusan banjar atau ciamis, aku lupa dan tidak mau mengingatnya karena aku berdiri di tangga pintu bis dimana bis itu melaju dengan dahsyatnya sampai aku berpikiran aku ga bakalan sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Untung saja tuhan masih melindingi aku dan kawanku dan kamipun dipindahkan lagi ke bus yang sedikit lebih besar dari bis tadi.
Waktu itu aku masih bertanya-tanya Cisaga itu dimana, untung saja ada teteh-teteh yang memberitahuku kalau bis ini sebentar lagi mau sampai di Cisaga. Alhamdulilah ya tuhan, kami selamat sampai Cisaga. Langsung aku menghubungi teman yang ada di Kampung Kuta. Dia menyuruhku untuk naik angkot Tambaksari kemudian naik ojeg ke Kampung Kuta. Seampainya di Cisaga kami berdua dikerubutin tukang ojeg yang wajahnya sangar-sangar. Alamak….angkotpun tak ada karena angkot terakhir ke Tambaksari hanya ada sampai jam empat sore, ketika aku melihat jam di handphone-ku gila waktu menunjukan jam lima sore. Mati aku mana aku tidak membawa banyak duit, hanya cukup buat pulang ke Jatinangor dan tukan ojeng meminta tariff sebesar Rp.50.000,00. Sumpeh rasanya aku pengen balik lagi ke Jatinangor. Tapi kami berdua wanita tangguh yang pantang untuk menyerah dan kami berdua melihat sebuah angkot yang sedang berhenti didepan sebuah jajanan bakso yang dinaiki oleh ibu-ibu. Dengan wajah memelas meminta belas kasihan dan menghilangkan gengsiku aku menghampiri angkot tersebut dan menyakan kesudiannya member I tumpangan kepada kami berdua. Awalnya supir angkot tidak mengijinkan kami untuk ikut bersamanya dan dilemparkan kepada ibu-ibu yang sedang berada didalam kendaraan. Begitupun dengan ibu-ibu yang ada didalam merekapun sepertinya tidak sudi untuk kami tumpangi. Aku terus memelas meminta tolong supaya kami diangkut sampai Tambaksari. Sesuatu yang menegangkan muncul kembali, beberapa tukang ojeg yang tadi memaksa kami untuk naik ojegnya menghampiri kami dan kami mulai ketakutan di tambah lagi tukang ojeg tadi memarahi tukang angkot karena mereka takut kami akan naik angkot. Akhirnya si amang angkot yang baik hati berdiskusi dengan tukang ojeg, entah apa yang mereka diskusikan akupun menjadi serba salah, ga enak sama amang angkot gara-gara kami beliau terlibat masalah dengan tukang ojeg. Pada akhirnya amang angkot mengajak kami berdua untuk naik ke mobilnya…..teimakasih mang kau menyelamatkan penderitaanku dari tukang ojeg.
Ketika di angkot kami mengobrol banyak sekali dengan ibu-ibu rombongan tadi. Ternyata kata salah seorang ibu bukannya mereka tidak mau mengajak kami untuk ikut bersamanya melainkan mereka takut kalau angkutannya di lemparin batu oleh tukang ojeg….sumpah baru kali ini aku menemukan tukang ojeg separah itu. Perjalanan menuju tambaksari sangan berkelok-kelok melewati pesawahan yang hijau, poho-pohon yang tinggi dan udara yang sejuk. Ternyata eh ternyata orang Tambaksari hampir semua belum pernah ke Kampung kuta , mereka hanya mendengar dari orang tua mereka dan sering melihat orang luar berkunjung kesana. Akhirnya sekitar jam enam sore kami sampai di tambak sari. Perjalanan tinggal sebentar lagi dengan naik ojeg seharga Rp. 15.000,00 kami bisa sampai ke Kampung Kuta. Perjalanan kesana lumayan menyeramkan karena kami melewati tegalan dan hutan tidak ada perumahan, tapi tukang ojegnya sangat baik dan menenangkan kami berdua supaya jangan takut kami aman bersamanya. Sekitar jam tujuh lebih kami sampai di Kampung Kuta, satu hal lagi yang sangat mengecewakan ternyata sepi tidak ada tanda-tanda kalau besoknya ada acara. Ketika sampai di Imah Geude saya bertemu dengan bapak-bapak dari Disbudpar Ciamis, mereka mengatakan kalau acara ritualnya tadi sore kalau besok hanya formalitas saja, Sumpah yah waktu itu langsung kecewa tapi mau diapain lagi toh kami udah sampai tujuan dengan perjalanan yang menegangkan selkaligus melelahkan.
Akhirnya kami menemui teman yang dari kemarin sudah berada disana. Dengan santainya mereka mereka mengatakan “gimana perjalanannya, tadi dari Cisaga naik apa?”, mereka tidak tahu bagaimana takutnya aku ketika di Cisaga tadi, sudahlah aku tidak mau membahas perjalanan yang sangat indah ini. Kamipun mengikuti persiapan warga kampung untuk acara besok, ada yang sedang latihan kesenian terbangan, tutunggulan, dan di dapur banyak sekali ibu-ibu yang menyiapkan makanan untuk besok. Kamipun menginap di rumah ketua adat. Esok harinya aku jalan-jalan mengitari kampung yang sangat sejuk dengan pemandangan yang indah dan rumah yang sederhana. Kampung kuta adalah sebuah kampung adat dimana masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang menyebabkan mereka selalu hidup rukun.

Minggu, 22 Maret 2009

PARAJI SEBAGAI AHLI MEDIS TRADISIONAL

Pada masyarakat yang belum mengenal sistem kesehatan modern untuk berobat ataupum penanganan proses kelahiran selalu menggunakan jasa dukun dan paraji. Paraji adalah seorang ahli medis tradisional yang menangani proses melahirkan. Dalam prakteknya, paraji mempunyai cara tersendiri dalam menangani ibu hamil. Penanganan tersebut terdiri dari beberapa tahapan dari proses kelahiran, seperti tahapan kehamilan, tahapan melahirkan dan terakhir paska melahirkan.

Pada tahapan kehamilan paraji mempunyai peran mulai dari pemeriksaan kehamilan sampai perawatan ibu hamil. Semasa hamil paraji akan mendatangi sang ibu hamil untuk meriksa kondisi sang ibu serta keberadaan bayi yang berada dalam kandungan. Dalam pemeriksaannya, paraji melakukan aktivitas pemijatan (peuseul), hal ini berguna untuk melancarakan peredaran darah sang ibu. Kegiatan peuseul bagi sang ibu berguna untuk me-rilekskan organ tubuh sang ibu agar tidak keram ataupun kaku, sebab setiap bulannya ia harus menanggung beban lebih berat lagi. Sementara bagi sang jabang bayi hal tersebut berguna untuk menbantu menyempurnakan posisi bayi yang berada dalam kandungan.

Pada masa kehamilan, terdapat beberapa tahapan kehamilan pada setiap bulannya, tahapan tersebut diantaranya; Pada bulan pertama disebut dengan ngalenang, bulan kedua disebut dengan kumamang, bulan ketiga disebut dengan gumuruh, bulan ke-empat disebut dengan mangrupa ( pada bulan ini roh pertama kali di tiupkan pada jasad janin yang ada dalam kandungan, untuk itu biasanya diadakan selamatan ), pada bulan kelima disebut dengan usik ( bayi yang ada dalam kandungan selalu bergerak mencari posisi ), bulan selanjutnya disebut dengan calik dina pancalikan, bulan selanjutnya disebut dengan sangkoleang rara ( Kepala bayi pindah kebawah), dan bulan kedelapan disebut dengan ngaruang-ruang.

Selain pada masa kehamilan terdapat berbagai mitos. Mitos dapat berupa perilaku (perbuatan) ataupun makanan bagi ibu hamil. Mitos tersebut berfungsi sebagai penjaga ataupun perlindungan supaya tidak ada sesuatu hal yang tidak diinginkan bagi keselamatan sang ibu maupun bayinya. Mitos yang berupa perbuatan itu diantaranya tidak boleh duduk didepan pintu hal ini dikarenakan supaya bayi yang kelak dilahirkan keluar dengan lancar tanpa ada halangan. Berikutnya yaitu tidak boleh makan dipiring yang besar, hal ini ditakutkan ari-arinya akan besar sehingga menyulitkan dalam melahirkan, ulah ngaringkuk diburuan tengah poe (jangan tidur tengah hari), ulah ka cai burit ( jangan ke air pada waktu sore). Adalagi mitos yang berupa makanan, seperti tidak boleh makan nanas muda hal ini dikarenakan buah nanas ini tajam, tidak boleh kebanyakan makan bakso hal ini ditakutkan ketika nanti bayi keluar dari kandungan dibungkus oleh lemak, tidak boleh makan sate, tidak boleh makan buah salak hal ini ditakutkan bayinya susah untuk dikeluarkan karena buah salak menyebabkan seret. Selain pantangan makanan ada juga makanan yang dianjurkan ketika sedang hamil, seperti ketika sedang hamil tua dianjurkan untuk minum air kelapa bahkan minum minyak kelapa, hal ini dimaksudkan ketika melahirkan bayi dapat keluar dengan licin seperti ketika menginjak minyak pasti akan terpeleset, begitu pula dengan bayi yang ada dalam kandungan, bayi yang akan keluar pada waktunya akan keluar dengan sendirinya sehingga proses melahirkannya menjadi mudah dan lancar. Selain makanan dan perilaku yang harus dijaga ada juga peralatan yang haraus dipakai ketika sedang hamil. Peralatan tersebut seperti gunting kecil, peniti, bawang putih, panglay. Barang-barang tersebut harus digunakan ketika keluar dari rumah apalagi pada waktu malam hari, hal ini dikarenakan supaya terjaga dari marabahaya dan gangguan dari makhluk halus.

Selain itu dalam tahapan kehamilan terdapat ritual berupa syukuran empat bulanan dan tujuh bulanan. Syukuran tersebut bisa dipilih salah satunya yaitu, bisa empat bulannya saja, bisa tujuh bulannya saja, atau kedua-duanya. Keterlibatan paraji dalam syukuran, misalnya dalam syukuran tujuh bulanan peran paraji adalah memilih, menentukan berbagai macam buah untuk dirujak dan diberikan doa-doa,

Tahapan kedua penanganan paraji dalam proses kelahiran yaitu penanganan melahirkan. Dalam tahapan melahirkan ini, apabila sang ibu ditangani langsung oleh paraji, paraji berperan sepenuhnya dalam proses melahirkan. Kecuali ketika melahirkan itu dibantu oleh bidan, paraji hanya berperan sebagai asisten bidan yag tidak mempunyai wewenang apapun.

Beberapa jam sebelum melahirkan, biasanya paraji dipanggil untuk datang kerumah sang ibu yang akan melahirkan. Proses melahirkan pun biasanya dilakukan di kamar ataupun di ruangan. Peralatan yang digunakannyapun sederhana sekali, seperti samping, minyak kelapa, gunting. Minyak kelapa biasanya digunakan untuk mengolesi lubang keluarnya bayi supaya lubang tersebut membuka secara perlahan dan lubangnyapun menjadi licin sehingga memudahkan bayi untuk keluar, sehingga apabila melahirkan di tangani oleh paraji tidak perlu ada pengguntingan bibir lubang vagina seperti yang dilakukan oleh bidan karena oleh paraji suka diolesi minyak dan dibuka secara perlahan, sehingga apabila sudah waktunya bayi keluar, lubang vagina tidak perlu digunting, karena bayi mempunyai kekuatan tersendiri untuk keluar dengan sendirinya. Setelah bayi keluar sisa kototan tersebut oleh paraji dibiarkan turun dengan sendirinya (nifas), paraji hanya bertugas memijat bagian perut secara perlahandan ringan guna melancarkan agar sisa kotoran tidak bersisa didalam kandungan. Sisa kotoran ini akan dibersihkan secara perlahan-lahan dan akan bersih setelah satu minggu, dan selama itu paraji selalu datang untuk menjenguk dan memijat sang ibu.

Ketika akan melahirkan terdapat doa sebelum melahirkan. Di Soreang, biasanya doa tersebut harus dibacakan oleh suaminya atau langsung oleh paraji yang membacanya, doa tersebut antara lain:


Ridho Gusti anu disuhunkeun ku abi

Pitulung Gusti anu disuhunkeun ku abi

Teu aya deui Pangeran nu disembah ku abi

Mung Gusti Allah SWT

Kahoyong dilungsur-langsarkeun

Kange bojo abi

Dilancarkeun, mugi di rejeki

Mugijanten putra nu shaleh



Setelah bayi keluar paraji menyambut bayi itu, kemudian memotong tali ari-ari bayi dan dimasukan kedalam wadah selanjutnya ditanam didalam tanah. Kemudian bayi tersebut dimandikan oleh paraji lalu diberikan kepada ibunya untuk diberikan ASI kepada bayinya. Ketika melahirkan paraji selalu memberikan dorongan batin kepada ibu yang akan melahirkan, sehingga sang ibu menjadi lebih kuat mentalnya, selain itu sang ibu selalu di berikan motivasi dan dibujuk oleh paraji, ketika sang ibu sudah mencapai kelelahan paraji selalu memperkenankan istirahat dahulu dan mengabulkan apa yang diinginkan sang ibu. Dalam membantu melahirkan paraji tidak mempunyai peralatan medis yang biasa digunakan oleh bidan. Kunci utama yang dimiliki dan selalu dipegang teguh oleh paraji yaitu semuanya dipasrahkan kepada tuhan, karena tuhanlah yang memiliki segalanya.

Biasanya sebelum bayi dimandikan ada beberapa ritual ketika bayi lahir. Ritual tersebut diantaranya membacakan mantra-mantra kepada bayi yang baru lahir, mantra-mantra tersebut berupa petuah kepada sang bayi untuk kehidupannya kelak dimasa yang akan datang. Petuah tersebut berisi doa dan harapan supaya ketika besar nanti bayi tersebut sehat selalu, dilimpahkan rezekinya, dimudahkan segala urusannya, dan yang paling penting menjadi anak yang shaleh berbakti kepada orang tua, sanak saudara serta nusa dan bangsa.

Tahapan yang ketiga yaitu penanganan paska melahirkan. Ketika selesai melahirkan paraji tidak melepaskan begitu saja, melainkan masih sering datang kerumah untuk mengontrol sang ibu dan bayinya. Penanganan paska melahirkan tersebut diantaranya dalam beberapa hari setelah melahirkan proses pemandian bayi masih dilakukan oleh paraji sebelum ari-ari bayi kering. Selain itu penanganannya juga tidak hanya kepada sang bayi saja, melainkan ibunya juga terus ditangani, seperti di peuseul dan diberi jamu-jamuan supaya luka sang ibu cepat pulih. Karena kotoran yang masih tersisa dalam kandungan tidak dibersihkan secara langsung sekali seperti yang dilakukan oleh bidan, melainkan paraji melakukannya secara perlahan dan bertahap dengan cara di peuseul dan di beri jamu-jamuan supaya kotorannya keluar dengan sendirinya dan tidak ada sisa, sehingga kandungan sang ibu benar-benar bersih tanpa ada sisa. Sisa kotoran ini biasanya akan bersih setelah satu minggu, maka selama satu minggu itu paraji terus-terusan menjenguk dan mengontrol keadaan sang ibu dan bayinya.

Penanganan paraji tidak hanya sampai pada kesehatan ibunya benar-benar pulih ataupun tali puser bayi sudah mengering, melainkan pada ritual akekahan dan marhabaan misalnya. Pada akekahan dan marhabaan, paraji masih mempunyai peran. Sebagai contoh, domba yang akan disembelih biasanya didoakan terlebih dahulu, kemudian yang menggunting rambut paling awal biasanya dilakukan oleh paraji, sampai apabila bayi itu perempuan yang menyunat bayi perempuan itu paraji sendiri. Sehingga peran paraji tidak bisa dihitung sampai kapanpun karena apabila terjadi sesuatu pada bayi biasanya yang dipanggil adalah paraji, hai ini disebabkan karena paraji mempunyai tanggung jawab bagi keselamatan bayi tersebut.